Jumat, 08 Oktober 2010

KK -- Memaku Bayang

Zahir kembali menyeruput sewadah 'liquid' hitam, pekat yang sama dengan samudera bintang. Dua bola bulat di wajah sendunya membesar, menyorot kosong langit-langit ruang persegi 4x3m. Menerawang. Membasahi memori petang.

Kala itu sketsa cahaya mata Zahir terlukis lagi di retinanya, setelah lenyap trilliunan detik. Resah buncah kalut karam rindu melabuh. Mungkin tahun ini dapat menali, mengikat erat, menyatu jiwa dengan gadis elok yang ditinggal merantau ke seberang oleh kekasih.



Tiiiinn..
Rizka terkejut. Manusia mungil berjubah merah muda di belah lengannya menjerit namun sejurus ia matikan itu tangis. Terlukis setetes amarah di wajah cantik belia berambut gelombang itu.
Rizka menoleh.
Takjub. Amarah sirna. Aduhai, tiada terbaca awan. Penyulam hatinya kembali.

Bahagia memang namun pertemuan terlalu genit menyayat jiwa. "Mengapa harus sekarang?," Rizka membatin.

Zahir keluar dari sedan hitam; menghampiri Rizka.
"Riz ..."
"Sudahlah!," Rizka menyela,
"Jangan ganggu saya lagi!"
Seketika tapak penggerak pemuda tampan itu memaku bumi.
"Kamu kenapa?"
"..."
"Tidak pernah memberi kabar kepada saya. Apa Kamu tidak tahu risau hati saya; galau menanti berita darimu. Surat-surat saya pun tidak pernah Kamu balas atau menelepon saya pun tak Kamu lakukan. Apa Kamu lupa jan..."
"Sudahlah! Sudah cukup! Jangan ganggu saya lagi! Sekarang saya sudah punya anak."
Zahir syok. Jantungnya berdegup bak genderang, yang ditabuh sebelum perang. Lidah mengelu. Mata terpaku. Bibir bergetar bisu.
"Apa Kamu sadar? Aku pun sama!", bulir bening mengintip dari bingkai bulatan wajah Rizka.
"Tiap kutelepon, tiap kusurat, tidak berbalas. Tidak pernah!"
"..."
Zahir menunduk menantap bumi sejenak. Mengangkat kepala. Tersenyum 'sakit' kemudian melangkah pergi tanpa berucap.



"Ah, sudahlah... Semoga kamu bahagia, Gadisku," Zahir menanam pikirnya lagi. Meredam paksa luka hati dengan panjatan pinta kepada Tuhan-nya.
"Andai dahulu aku tidak pergi, sayang."
"Sungguhpun nyata janji tak mampu menali mengikat jiwamu jiwaku. Menyatu mensejiwa dalam asa."


------------------------
Jakarta, 26 Juni 2010

Tidak ada komentar: