Jumat, 08 Oktober 2010

KK -- Cerita di Balik Hotel Kayu

Neon alam berpijaran, bantu bintang kekasih bulan. Cara elit manusia bawah nikmati borjuisme. Menonton drama benda angkasa di teater langit, simponi merdu orkestra jangkrik, bermabuk burai jernih; setengah hotel kayu. Amboi, nikmatnya.
Jamahi malam tiap malam, kemah di bibir kubangan raksasa seraya menyetel otak dengan abi dan ama.


Malam Senin. Skenario lahap hidup.
"Tuhan baik, izinkan jantung menyala."
"Namun hidup -- mati, Ma."
"Jika ingin hidup hidup hidupi jiwa. Suapi dengan agama; susui dengan ilmu."
"....."


Malam Selasa. Skenario pesona ilmu.
"Ama, aku haus."
"Ini, silakan jamahi hakmu."
"... . Terima kasih, Ma. ... . Sekarang aku tidak haus lagi."
"Abi tidak yakin. Kamu masih sangat kehausan."
"..."
"Jiwamu. Lekas renung; berguru kepada cermin malam."
"..."


Malam Rabu. Skenario Pasar.
"Bi, cermin malam menolongku namun sirat tatapnya ancaman."
"Tawarlah tatapnya dengan hati."
"..."


Malam Kamis. Skenario Selaksa bening.
"Ma, aku takut hisapi air jiwa."
"..."
"Abi tidak pernah mengguruimu takut! Tantang duniamu, Nak!"
"Beribu manusia tenggelam, selaksa bening berubah keruh, Bi."
"Huss.. Sayang, nyalakan saja dan komandoi putih hatimu."
"..."


Malam Jumat. Skenario langit.
"Nak, gantungkan cita-citamu setinggi langit."
"Maka cita-cita akan menggantungku, Ma."
"Air jiwamu pasti membebaskan jeratnya."
"..."


Malam Sabtu. Skenario piranti dagang.
"Ma, kemarin cita-cita menggantung temanku setinggi langit."
"Tiada perlu berulah seperti dan semacamnya. Haus jiwamu membayar segala."
"..."


Malam Minggu. Skenario perang.
"Anakku, kini tantang dunia dengan otakmu. Walau bekal seadanya namun yakinlah."
"Jangan takut sebab piranti borju bukan segala."
"Terima kasih Abi. Terima kasih Ama. Nantilah aku dengan doamu bertahun datang."




Aku merindukan kalian, Abi; Ama. Sudah bertahun aku di sini menikmati kemewahan hasil bekal lampau. Aku ingin pulang mengunjungi kalian di gubuk kita lagi; mengajak hidup ala borjuisme marjinal.
Kini malamku sepi, tiada adil rasanya jika begini. Maaf, aku belum sempat datang.


-------------------------------------------
Jakarta, 11 April 2010

Tidak ada komentar: