Zahir kembali menyeruput sewadah 'liquid' hitam, pekat yang sama dengan samudera bintang. Dua bola bulat di wajah sendunya membesar, menyorot kosong langit-langit ruang persegi 4x3m. Menerawang. Membasahi memori petang.
Kala itu sketsa cahaya mata Zahir terlukis lagi di retinanya, setelah lenyap trilliunan detik. Resah buncah kalut karam rindu melabuh. Mungkin tahun ini dapat menali, mengikat erat, menyatu jiwa dengan gadis elok yang ditinggal merantau ke seberang oleh kekasih.
Tiiiinn..
Rizka terkejut. Manusia mungil berjubah merah muda di belah lengannya menjerit namun sejurus ia matikan itu tangis. Terlukis setetes amarah di wajah cantik belia berambut gelombang itu.
Rizka menoleh.
Takjub. Amarah sirna. Aduhai, tiada terbaca awan. Penyulam hatinya kembali.
Bahagia memang namun pertemuan terlalu genit menyayat jiwa. "Mengapa harus sekarang?," Rizka membatin.
Zahir keluar dari sedan hitam; menghampiri Rizka.
"Riz ..."
"Sudahlah!," Rizka menyela,
"Jangan ganggu saya lagi!"
Seketika tapak penggerak pemuda tampan itu memaku bumi.
"Kamu kenapa?"
"..."
"Tidak pernah memberi kabar kepada saya. Apa Kamu tidak tahu risau hati saya; galau menanti berita darimu. Surat-surat saya pun tidak pernah Kamu balas atau menelepon saya pun tak Kamu lakukan. Apa Kamu lupa jan..."
"Sudahlah! Sudah cukup! Jangan ganggu saya lagi! Sekarang saya sudah punya anak."
Zahir syok. Jantungnya berdegup bak genderang, yang ditabuh sebelum perang. Lidah mengelu. Mata terpaku. Bibir bergetar bisu.
"Apa Kamu sadar? Aku pun sama!", bulir bening mengintip dari bingkai bulatan wajah Rizka.
"Tiap kutelepon, tiap kusurat, tidak berbalas. Tidak pernah!"
"..."
Zahir menunduk menantap bumi sejenak. Mengangkat kepala. Tersenyum 'sakit' kemudian melangkah pergi tanpa berucap.
"Ah, sudahlah... Semoga kamu bahagia, Gadisku," Zahir menanam pikirnya lagi. Meredam paksa luka hati dengan panjatan pinta kepada Tuhan-nya.
"Andai dahulu aku tidak pergi, sayang."
"Sungguhpun nyata janji tak mampu menali mengikat jiwamu jiwaku. Menyatu mensejiwa dalam asa."
------------------------
Jakarta, 26 Juni 2010
Jumat, 08 Oktober 2010
KK -- Cerita di Balik Hotel Kayu
Neon alam berpijaran, bantu bintang kekasih bulan. Cara elit manusia bawah nikmati borjuisme. Menonton drama benda angkasa di teater langit, simponi merdu orkestra jangkrik, bermabuk burai jernih; setengah hotel kayu. Amboi, nikmatnya.
Jamahi malam tiap malam, kemah di bibir kubangan raksasa seraya menyetel otak dengan abi dan ama.
Malam Senin. Skenario lahap hidup.
"Tuhan baik, izinkan jantung menyala."
"Namun hidup -- mati, Ma."
"Jika ingin hidup hidup hidupi jiwa. Suapi dengan agama; susui dengan ilmu."
"....."
Malam Selasa. Skenario pesona ilmu.
"Ama, aku haus."
"Ini, silakan jamahi hakmu."
"... . Terima kasih, Ma. ... . Sekarang aku tidak haus lagi."
"Abi tidak yakin. Kamu masih sangat kehausan."
"..."
"Jiwamu. Lekas renung; berguru kepada cermin malam."
"..."
Malam Rabu. Skenario Pasar.
"Bi, cermin malam menolongku namun sirat tatapnya ancaman."
"Tawarlah tatapnya dengan hati."
"..."
Malam Kamis. Skenario Selaksa bening.
"Ma, aku takut hisapi air jiwa."
"..."
"Abi tidak pernah mengguruimu takut! Tantang duniamu, Nak!"
"Beribu manusia tenggelam, selaksa bening berubah keruh, Bi."
"Huss.. Sayang, nyalakan saja dan komandoi putih hatimu."
"..."
Malam Jumat. Skenario langit.
"Nak, gantungkan cita-citamu setinggi langit."
"Maka cita-cita akan menggantungku, Ma."
"Air jiwamu pasti membebaskan jeratnya."
"..."
Malam Sabtu. Skenario piranti dagang.
"Ma, kemarin cita-cita menggantung temanku setinggi langit."
"Tiada perlu berulah seperti dan semacamnya. Haus jiwamu membayar segala."
"..."
Malam Minggu. Skenario perang.
"Anakku, kini tantang dunia dengan otakmu. Walau bekal seadanya namun yakinlah."
"Jangan takut sebab piranti borju bukan segala."
"Terima kasih Abi. Terima kasih Ama. Nantilah aku dengan doamu bertahun datang."
Aku merindukan kalian, Abi; Ama. Sudah bertahun aku di sini menikmati kemewahan hasil bekal lampau. Aku ingin pulang mengunjungi kalian di gubuk kita lagi; mengajak hidup ala borjuisme marjinal.
Kini malamku sepi, tiada adil rasanya jika begini. Maaf, aku belum sempat datang.
-------------------------------------------
Jakarta, 11 April 2010
Jamahi malam tiap malam, kemah di bibir kubangan raksasa seraya menyetel otak dengan abi dan ama.
Malam Senin. Skenario lahap hidup.
"Tuhan baik, izinkan jantung menyala."
"Namun hidup -- mati, Ma."
"Jika ingin hidup hidup hidupi jiwa. Suapi dengan agama; susui dengan ilmu."
"....."
Malam Selasa. Skenario pesona ilmu.
"Ama, aku haus."
"Ini, silakan jamahi hakmu."
"... . Terima kasih, Ma. ... . Sekarang aku tidak haus lagi."
"Abi tidak yakin. Kamu masih sangat kehausan."
"..."
"Jiwamu. Lekas renung; berguru kepada cermin malam."
"..."
Malam Rabu. Skenario Pasar.
"Bi, cermin malam menolongku namun sirat tatapnya ancaman."
"Tawarlah tatapnya dengan hati."
"..."
Malam Kamis. Skenario Selaksa bening.
"Ma, aku takut hisapi air jiwa."
"..."
"Abi tidak pernah mengguruimu takut! Tantang duniamu, Nak!"
"Beribu manusia tenggelam, selaksa bening berubah keruh, Bi."
"Huss.. Sayang, nyalakan saja dan komandoi putih hatimu."
"..."
Malam Jumat. Skenario langit.
"Nak, gantungkan cita-citamu setinggi langit."
"Maka cita-cita akan menggantungku, Ma."
"Air jiwamu pasti membebaskan jeratnya."
"..."
Malam Sabtu. Skenario piranti dagang.
"Ma, kemarin cita-cita menggantung temanku setinggi langit."
"Tiada perlu berulah seperti dan semacamnya. Haus jiwamu membayar segala."
"..."
Malam Minggu. Skenario perang.
"Anakku, kini tantang dunia dengan otakmu. Walau bekal seadanya namun yakinlah."
"Jangan takut sebab piranti borju bukan segala."
"Terima kasih Abi. Terima kasih Ama. Nantilah aku dengan doamu bertahun datang."
Aku merindukan kalian, Abi; Ama. Sudah bertahun aku di sini menikmati kemewahan hasil bekal lampau. Aku ingin pulang mengunjungi kalian di gubuk kita lagi; mengajak hidup ala borjuisme marjinal.
Kini malamku sepi, tiada adil rasanya jika begini. Maaf, aku belum sempat datang.
-------------------------------------------
Jakarta, 11 April 2010
Rabu, 06 Oktober 2010
PUSAKA SABDA LANGIT
I. PUKULAN GUGUR BUNGA
Bocah laki-laki itu terperangah, tak disangka nya gerakan sederhana yang tampak asal-asalan tersebut bisa berakibat luar biasa, daun-daun berguguran, debu beterbangan, bahkan sebongkah batu seukuran kambing dewasa yang berjarak sepuluh langkah didepan nya pecah terbelah.
“Itulah akibat dari pukulan GUGUR BUNGA,” terdengar sebuah suara dari seorang laki-laki setengah baya. Hasil dari pukulan itu memang membuat sang bocah terpana, tapi yang membuat nya lebih terperangah adalah laki-laki, yang tidak lain ayah kandung nya tersebut, tidak bergeming sedikitpun, padahal sang ayah jelas duduk di atas batu besar yang pecah tadi.
Sabtu, 02 Oktober 2010
KK -- Manusia Kertas
Sanjak kosong
Luapi tahta mega warna-warna
Menjelma ambigu; berdongeng kisah tanpa frasa
Lihat itu gambar meringis
Lihat itu gambar menangis
Lihat itu gambar bercinta
Lihat itu gambar berkisah
Abadikan masa-masa
Memintal memori lama
----------------------
Jakarta, 26 Juni 2010
Luapi tahta mega warna-warna
Menjelma ambigu; berdongeng kisah tanpa frasa
Lihat itu gambar meringis
Lihat itu gambar menangis
Lihat itu gambar bercinta
Lihat itu gambar berkisah
Abadikan masa-masa
Memintal memori lama
----------------------
Jakarta, 26 Juni 2010
KK -- Revolusi
otak-otak muda
gurat menggurat nasib sejarah
bumi diguncang-guncang
tangan persada
yang dulu kalah
dan rebah
para tengkorak berbambu senyum
dikatanya mati tak sia
tak sia mati katanya
---------------------
Jakarta, 28 Maret 2010
gurat menggurat nasib sejarah
bumi diguncang-guncang
tangan persada
yang dulu kalah
dan rebah
para tengkorak berbambu senyum
dikatanya mati tak sia
tak sia mati katanya
---------------------
Jakarta, 28 Maret 2010
CK -- SAJAK EMBUN : MENGUBUR SAJAK HITAM DI PUSARA SUNYI
Ketika aku berdiri di gerbang pagi
sendiri mendekap gigil angin
Mengeja aroma rindu di rimba sunyi
Aku tak lagi mengusap embun yang jatuh di pelupuk matamu
Dulu, kala bunga bunga bersemi di taman
Dalam pusaran waktu , ku semai benih baru
Dari bunga melati yang ku tanam tunas nya kemarin
Di sepanjang taman kota ini, mulai tumbuh bersemi
rembulanpun jatuh ke pangkuan
Dan di kota ini juga, tunas itu tumbuh dan bermekaran
Sembari membaca sunyi
Ku kubur sajak hitam di masa lalu,
Telah ku pasang nisan, Bertuliskan namamu
di kubur hutan rimba, dipusara sunyi
lalu ku taburi bunga kemboja dan rampai puisi
selamat tinggal mawar ...kembalilah ke alam mu
menanak sepi sendiri ...
Bulan yang semula pucat pasi ,hilang ditelan ufuk fajar
Ku tahan jua deru gigil angin yang melesat di pori pori dan urat nadi
Aku berjalan sendiri, membaca sunyi
ku lihat lampu jalanan redup di selimuti embun
Sepanjang jalan ku kutip puisi yang menempel di daun embun
Sambil menunggu fajar menyinsing menyonsong pagi
--------------------
Pekanbaru, 20 September 2010
Syahrial Mandiliang
sendiri mendekap gigil angin
Mengeja aroma rindu di rimba sunyi
Aku tak lagi mengusap embun yang jatuh di pelupuk matamu
Dulu, kala bunga bunga bersemi di taman
Dalam pusaran waktu , ku semai benih baru
Dari bunga melati yang ku tanam tunas nya kemarin
Di sepanjang taman kota ini, mulai tumbuh bersemi
rembulanpun jatuh ke pangkuan
Dan di kota ini juga, tunas itu tumbuh dan bermekaran
Sembari membaca sunyi
Ku kubur sajak hitam di masa lalu,
Telah ku pasang nisan, Bertuliskan namamu
di kubur hutan rimba, dipusara sunyi
lalu ku taburi bunga kemboja dan rampai puisi
selamat tinggal mawar ...kembalilah ke alam mu
menanak sepi sendiri ...
Bulan yang semula pucat pasi ,hilang ditelan ufuk fajar
Ku tahan jua deru gigil angin yang melesat di pori pori dan urat nadi
Aku berjalan sendiri, membaca sunyi
ku lihat lampu jalanan redup di selimuti embun
Sepanjang jalan ku kutip puisi yang menempel di daun embun
Sambil menunggu fajar menyinsing menyonsong pagi
--------------------
Pekanbaru, 20 September 2010
Syahrial Mandiliang
KK -- Theater Bumi : PARA PELAKON DUNIA
Tanpa disadari tiap hari manusia bersandiwara; menawar-nawar asa. Menjadi pelakon 'script' misterius kadang menyenangkan kadang menyakitkan. Protagonis, antagonis, atau tritagonis adalah sebuah pilihan para pelakon dunia dalam 'theatron' tiap-tiap drama. Karakteristik tersebut diiringi pengambilan sikap, dan ini sangat berpengaruh dalam menentukan epilog, entah 'happy-end' atau 'unhappy-end.'
Memang tak dapat dipungkiri bahwa peran aktor atau aktris lain dengan karakter berbeda juga sangat dibutuhkan dan memberi nilai plus. Kolaborasi tersebut menambah daya tarik sebuah pertunjukan, bahkan dapat menelurkan buah bibir serta 'gonjang-ganjing.'
Meski demikian ada juga manusia yang hanya ingin menjadi pengamat. Ini adalah pilihan paling bijak sebelum menggores manuskrip.
Dalam Rumus Fisika Newton dimaknai dengan: "aksi = reaksi." Dimana mereka memberi tindakan lalu melihat respon atau tanggapan lawan mainnya. Sukma seperti ini membuat mereka sulit diterka sebab "pribadi bunglon" acap kali menunjukkan sisi yang sangat bertolak belakang dengan hatinya. Jikalau ada manusia lain beranggapan dapat membaca maksud hatinya, sungguh ia pendusta, walaupun dirinya adalah manusia lebih dengan mata ketiganya. Sebab hati hanyalah Tuhan yang tahu; bahkan si pemilik atau lebih tepatnya disebut "wadah penitipan" pun sering meragu akan keabsahannya.
Maka jangan pernah menganggap remeh warning teater bumi di dinding pintu masuk teater, yang menyebutkan: "mata ketiga, hati ketiga; jiwa ketiga adalah ancaman!"
Dan berhati-hatilah, karena mungkin Anda tidak akan tahu bahwa ada pemeran di dekat Anda yang masuk kategori ini. Sebab baginya segala kepura-puraan.
Jadi, janganlah langsung 'to do' jika ada pelakon yang usil memancing; mengail di jiwa Anda.
--------------------
Jakarta, 2 April 2010
Memang tak dapat dipungkiri bahwa peran aktor atau aktris lain dengan karakter berbeda juga sangat dibutuhkan dan memberi nilai plus. Kolaborasi tersebut menambah daya tarik sebuah pertunjukan, bahkan dapat menelurkan buah bibir serta 'gonjang-ganjing.'
Meski demikian ada juga manusia yang hanya ingin menjadi pengamat. Ini adalah pilihan paling bijak sebelum menggores manuskrip.
Dalam Rumus Fisika Newton dimaknai dengan: "aksi = reaksi." Dimana mereka memberi tindakan lalu melihat respon atau tanggapan lawan mainnya. Sukma seperti ini membuat mereka sulit diterka sebab "pribadi bunglon" acap kali menunjukkan sisi yang sangat bertolak belakang dengan hatinya. Jikalau ada manusia lain beranggapan dapat membaca maksud hatinya, sungguh ia pendusta, walaupun dirinya adalah manusia lebih dengan mata ketiganya. Sebab hati hanyalah Tuhan yang tahu; bahkan si pemilik atau lebih tepatnya disebut "wadah penitipan" pun sering meragu akan keabsahannya.
Maka jangan pernah menganggap remeh warning teater bumi di dinding pintu masuk teater, yang menyebutkan: "mata ketiga, hati ketiga; jiwa ketiga adalah ancaman!"
Dan berhati-hatilah, karena mungkin Anda tidak akan tahu bahwa ada pemeran di dekat Anda yang masuk kategori ini. Sebab baginya segala kepura-puraan.
Jadi, janganlah langsung 'to do' jika ada pelakon yang usil memancing; mengail di jiwa Anda.
--------------------
Jakarta, 2 April 2010
KK -- Fragmen Indonesia
bunuh negeri
bunuh bangsa
menggurat darah
memburat moral
amarah kepul
mental hancur
lahap sepotong busuk fragmen basi
membilur tanah sukma
bungkus mata
hilang afeksi
gilai emosi
buru harta
buru jaya
buru singgasana
aforisme melayang
hukum mampus; terpenggal
----------------------
Jakarta, 26 Juni 2010
bunuh bangsa
menggurat darah
memburat moral
amarah kepul
mental hancur
lahap sepotong busuk fragmen basi
membilur tanah sukma
bungkus mata
hilang afeksi
gilai emosi
buru harta
buru jaya
buru singgasana
aforisme melayang
hukum mampus; terpenggal
----------------------
Jakarta, 26 Juni 2010
Negeri Basa Basi
Basa basi, ungkapan yang sangat sering kita dengar dan kita baca. Tiba-tiba saja saya tertarik dengan ungkapan ini. Basa basi bukan basa yang basi, karena basa "senyawa kimia yang menyerap ion hydronium ketika dilarutkan dalam air.Basa adalah lawan (dual) dari asam, yaitu ditujukan untuk unsur/senyawa kimia yang memiliki pH lebih dari 7" (wikipedia). Basa basi = basa yang basi? hehehe..tentu bukan.
KKBI edisi ketiga terbitan Balai Pustaka mengatakan basa basi adalah :
Jadi, apakah basa basi itu bahasa, ungkapan, kalimat, yang sudah basi? kalau mengikuti trend masa kini, sepertinya itu yang lebih sering terjadi. LOL.
Jika mengacu definisi KKBI di atas, sangat wajar kalau negeri ini tidak pernah beranjak dari "tempat duduk nya" karena pemerintah dan para politisi sangat gemar berbasa-basi politik. Janji kampanye kan hanya basa-basi politik; ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, bahasa yang berbau dan tidak sedap, dan tidak baru lagi; sudah lama diketahui atau dibicarakan orang.
Kalau penegakan hukum tetap loyo dan tidak pernah bisa tegak, ya karena itu cuma basa basi. Pemberantasan korupsi mudah-mudahan bukan basa basi, walaupun aroma nya basa basi juga. Kesejahteraan masyarakat tetap memprihatinkan, ya karena slogan ekonomi pro rakyat hanya basa basi. Kalau banyak seleb yang terlibat kasus moral dan hukum, padahal kalau sedang tampil di media masa bak orang suci, itu karena mereka pintar berbasa-basi.
Kenapa doa kita kepada Tuhan kadang serasa tidak pernah dikabulkan? mungkin kita berdoa cuma basa basi, pujian dan permohonan kepada Tuhan sekedar basa basi.
Para sahabat penggiat silat selalu mengungkapkan pameo SILAT untuk SILATURAHIM, untuk yang satu ini saya berharap, sangat..sangat berharap, itu bukan cuma BASA-BASI. Seperti yang diiklankan salah satu produk : BUKAAANN BANGSA BANCIII....eh, BUKAN BASA BASIII..
WASSALAM
KKBI edisi ketiga terbitan Balai Pustaka mengatakan basa basi adalah :
- adat sopan santun; tata krama pergaulan
- ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi
- perihal menggunakan ungkapan semacam itu.
Jadi, apakah basa basi itu bahasa, ungkapan, kalimat, yang sudah basi? kalau mengikuti trend masa kini, sepertinya itu yang lebih sering terjadi. LOL.
Jika mengacu definisi KKBI di atas, sangat wajar kalau negeri ini tidak pernah beranjak dari "tempat duduk nya" karena pemerintah dan para politisi sangat gemar berbasa-basi politik. Janji kampanye kan hanya basa-basi politik; ungkapan yang digunakan hanya untuk sopan santun dan tidak untuk menyampaikan informasi, bahasa yang berbau dan tidak sedap, dan tidak baru lagi; sudah lama diketahui atau dibicarakan orang.
Kalau penegakan hukum tetap loyo dan tidak pernah bisa tegak, ya karena itu cuma basa basi. Pemberantasan korupsi mudah-mudahan bukan basa basi, walaupun aroma nya basa basi juga. Kesejahteraan masyarakat tetap memprihatinkan, ya karena slogan ekonomi pro rakyat hanya basa basi. Kalau banyak seleb yang terlibat kasus moral dan hukum, padahal kalau sedang tampil di media masa bak orang suci, itu karena mereka pintar berbasa-basi.
Kenapa doa kita kepada Tuhan kadang serasa tidak pernah dikabulkan? mungkin kita berdoa cuma basa basi, pujian dan permohonan kepada Tuhan sekedar basa basi.
Para sahabat penggiat silat selalu mengungkapkan pameo SILAT untuk SILATURAHIM, untuk yang satu ini saya berharap, sangat..sangat berharap, itu bukan cuma BASA-BASI. Seperti yang diiklankan salah satu produk : BUKAAANN BANGSA BANCIII....eh, BUKAN BASA BASIII..
WASSALAM
Jumat, 01 Oktober 2010
EBook Pencak Silat
Alhamdulilah, akhir nya eBook pertama saya selesai juga. eBook pencak silat ini berjudul BUNGA RAMPAI PENCAK SILAT, saya tujukan khusus nya bagi masyarakat umum yang ingin mengetahui apa dan bagaimana pencak silat. Bagi teman-teman penggiat silat, apalagi kalangan pendekar, tentu saja isi buku tidak terlalu diharapkan dapat menambah pengetahuan, sebab saya pun masih dalam tahap belajar.
Mohon dimaklumi.
eBook inisaya publikasikan untuk didownload secara gratis . Silakan dpwnload dan sebarkan melalui website anda masing-masing dengan tentu saja merujuk ke sini. Umpan balik yang saya harapkan hanya sekedar komentar dan review atas ebook ini untuk perbaikan di masa depan. Sampaikan komentar anda di sini, dan buatkanlah review atas ebook ini di website masing-masing atau forum diskusi
Harapan saya semoga ebook ini dapat memberikan gambaran yang jernih tentang apa dan bagaimana pencak silat itu.
silakan download BUNGA RAMPAI PENCAK SILAT DI SINI
wassalam
Langganan:
Postingan (Atom)